1. Dinamika Organisasi
Jika dilihat dari asal katanya,
dinamika memiliki arti tenaga/kekuatan yang selalu bergerak, berkembang dan
dapat menyesuaikan diri secara memadai terhadap setiap keadaan keadaan.
Sedangkan organisasi merupakan kumpulan orang-orang yang merupakan kesatuan
sosial yang mengadakan interaksi yang intensif dan mempunyai tujuan bersama.
Dengan demikian dinamika organisasi
merupakan sebuah konsep yang menggambarkan proses kelompok yang selalu
bergerak, berkembang dan dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang selalu
berubah-ubah. Selain itu dinamika organisasi dapat juga diartikan sebagai suatu
kelompok yang terdiri dari dua atau lebih individu, memiliki hubungan psikologi
secara jelas antara anggota satu dengan yang lain yang dapat berlangsung dalam
situasi yang dialami secara bersama.
I. DINAMIKA KONFLIK
Konflik berasal dari kata kerja
Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik
diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik dilatarbelakangi oleh
perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.
perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik,
kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan
di bawa sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan
situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang
tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat
lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu
sendiri.
II. JENIS-JENIS KONFLIK
Ada lima jenis konflik yaitu:
1. Konflik Intrapersonal
Adalah konflik seseorang dengan
dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki
dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus.
1. Konflik Interpersonal
Adalah pertentangan antar seseorang
dengan orang lain karena pertentangan kepentingan atau keinginan. Hal ini
sering terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan
lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting
dalam perilaku organisasi
1. Konflik antar individu-individu dan
kelompok-kelompok
Hal ini seringkali berhubungan
dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas,
yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka.
1. Konflik antara kelompok dalam
organisasi yang sama
Konflik ini merupakan tipe konflik
yang banyak terjadi di dalam organisasiorganisasi. Konflik antar lini dan staf,
pekerja dan pekerja – manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar
kelompok.
1. Konflik antara organisasi
Contoh seperti di bidang ekonomi
dimana Amerika Serikat dan negara-negara lain dianggap sebagai bentuk konflik,
dan konflik ini biasanya disebut dengan persaingan. Konflik ini berdasarkan
pengalaman ternyata telah menyebabkan timbulnya pengembangan produk-produk
baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber
daya secara lebih efisien.
III. SUMBER-SUMBER KONFLIK
Sumber konflik dalam organisasi
dapat ditelusuri melalui :
1. Konflik dalam diri individu
(Intrapersonal conflict), Terdiri dari 2 sumber konflik:
·
Konflik ini
bisa berasal dari dalam diri. Menurut Luthan (2002 : 400), penyebab dari dalam
bisa bersumber dari sifat-sifat atau ciri-ciri kepribadian dari orang yang
bersangkutan. Selain itu, penyebab konflik dalam diri adalah apa yang disebut
goal conflict. Hal ini terjadi karena seseorang diperhadapkan pada dua tujuan
atau karena harus membuat keputusan untuk memilih alternative yang terbaik.
·
Konflik yang
bersumber dari luar. Misalnya, tuntutan lingkungan kerja yang baru, kehilangan
kebebasan pribadi, erosi kontak wajah, terus-menerus dipaksa mempelajari
keterampilan kerja baru karena tuntutan pekerjaan, dan terlewatkan dalam
promosi jabatan.
1. Konflik antar individu
(Interpersonal conflict)
Konflik ini dapat terjadi karena perbedaan
latar belakang individu (perbedaan pendidikan, keahlian, keterampilan,
pengalaman kerja, dan nilai hidup), kemudian karena perbedaan latar belakang
sosial (perbedaan budaya, agama, dan sebagainya), serta perbedaan ciri-ciri
pribadi (lemah lembut, kasar, tegas, plin-plan, agresif, dan sebagainya
1. Konflik antar kelompok (Intergroup
Conflict)
Dalam organisasi, terdapat beberapa
factor yang menyebabkan konflik.
·
Perbedaan
dalam tujuan dan prioritas. Setiap sub unit dalam organisasi memiliki tujuan
dan prioritas khusus. Misalnya, dalam hubungan kerja, bagian pemasaran ingin
agar produknya cepat laku. Kalau perlu dijual murah dan dengan cara kredit.
Sebaliknya, bagian keuangan menghendaki pembayaran harus tunai agar posisi
kekuangan perusahaan tetap stabil.
·
Saling
ketergantungan tugas (task interdependence). Ada yang disebut ketergantungan
berurutan (sequential interdependence), dimana output dari suatu unit merupakan
input dari unit lain. Misalnya, untuk merespon suatu surat permohonan, kepala
bagian masih harus menunggu disposisi dari atasannya. Ada juga yang disebut
ketergantungan timbal balik (reciprocal interdependence), seperti hubungan
antara dokter, rumah sakit dan laboratorium.
·
Konflik yang
disebabkan oleh pembagian sumber daya (resource interdependence). Antarunit
kerja bersaing karena untuk mendapatkan sumber daya yang lebih (personil, dana,
material, peralatan, ruangan, fasilitas computer dan lainnya).
·
Perbedaan
kekuasaan dan status. Biasanya terjadi karena suatu departemen merasa lebih
penting atau memiliki rasa over value ketimbang departemen lainnya. Departemen
yang lainnya pasti akan merasa dilecehkan.
·
Faktor
birokratik (lini-staf), dimana pegawai lini memiliki wewenang dalam proses
pengambilan keputusan sementara staf lebih pada memberikan rekomendasi atau
saran. Sering pegawai lini merasa lebih penting, sementara staf merasa lebih
ahli. Ujung-ujungnya konflik.
·
Sistem
komunikasi dan informasi yang terganggu. Kadang, terjadi misunderstanding di
kalangan pelaku organisasi karena informasi yang diterima kurang jelas atau
bertentangan dengan tujuan yang sebenarnya.
1. Konflik antara individu dan
kelompok..
Konflik di sini biasanya dipicu oleh
beberapa hal, seperti : anggota kelompok yang tidak dapat memenuhi harapan dan
standar kerja, individu yang melanggar norma yang disepakati, serta individu
yang melecehkan atau mempermalukan kelompok.
Ray Pneuman (dalam Stevanin, 2000 :
134) mengidentifikasi sumber-sumber konflik antara individu dan kelompok di
dalam organisasi. Menurutnya, konflik dapat berlaku jika ada perbedaan nilai
dan keyakinan dari anggota organisasi, tidak jelasnya struktur organisasi,
tidak cermatnya peran dan tanggung jawab pimpinan, berkembangnya struktur
organisasi ke arah yang lebih besar dan luas, tidak berpadunya gaya
kepemimpinan yang dipraktekkan oleh manajer dengan para karyawan, pimpinan baru
yang terlalu cepat diangkat, komunikasi yang kurang lancar, pertentangan yang
tidak terantisipasi oleh pimpinan, para karyawan yang tidak mau menunjang dan
berpartisipasi atau pimpinan baru yang masih mengikuti pola lama dari pimpinan
yang digantikannya yang tidak disukai karyawan.
IV. STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK
Untuk menangani konflik dengan
efektif, kita harus mengetahui kemampuan diri
sendiri dan juga pihak-pihak yang
mempunyai konflik. Ada beberapa cara untuk
menangani konflik antara lain :
1. Introspeksi diri
Bagaimana kita biasanya menghadapi
konflik ? Gaya pa yang biasanya digunakan? Apa saja yang menjadi dasar dan
persepsi kita. Hal ini penting untuk dilakukan sehingga kita dapat mengukur
kekuatan kita.
1. Mengevaluasi pihak-pihak yang
terlibat.
Sangat penting bagi kita untuk
mengetahui pihak-pihak yang terlibat. Kita dapat mengidentifikasi kepentingan
apa saja yang mereka miliki, bagaimana nilai dan sikap mereka atas konflik
tersebut dan apa perasaan mereka atas terjadinya konflik. Kesempatan kita untuk
sukses dalam menangani konflik semakin besar jika kita melihat konflik yang
terjadi dari semua sudut pandang.
1. Identifikasi sumber konflik
Konflik tidak muncul begitu saja.
Sumber konflik sebaiknya dapat teridentifikasi sehingga sasaran penanganannya
lebih terarah kepada sebab konflik.
1. Mengetahui pilihan penyelesaian atau
penanganan konflik yang ada dan memilih yang tepat.
Spiegel (1994) menjelaskan ada lima
tindakan yang dapat kita lakukan dalam penanganan konflik:
1. Berkompetisi
Tindakan ini dilakukan jika kita
mencoba memaksakan kepentingan sendiri diatas kepentingan pihak lain. Pilihan
tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan
yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat
vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang – kalah (win-win solution) akan
terjadi disini.
1. Menghindari konflik
Tindakan ini dilakukan jika salah
satu pihak menghindari dari situsasi tersebut secara fisik ataupun psikologis.
Sifat tindakan ini hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi menag kalah
terjadi lagi disini. Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing
pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, mebekukan konflik untuk sementara.
Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik
meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena
merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut.
1. Akomodasi
Yaitu jika kita mengalah dan
mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan
dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying behaviour. Hal
ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau
kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan
antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di sini.
1. Kompromi
Tindakan ini dapat dilakukan jika ke
dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama –sama penting dan hubungan
baik menjadi yang uatama. Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian
kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang (win-win solution)
1. Berkolaborasi
Menciptakan situasi menang-menag
dengan saling bekerja sama. Pilihan tindakan ada pada diri kita sendiri dengan
konsekuensi dari masing-masing tindakan. Jika terjadi konflik pada lingkungan
kerja, kepentingan dan hubungan antar pribadi menjadai hal yang harus kita
pertimbangkan.
V. MOTIVASI
Adalah dorongan psikologis yang
mengarahkan seseorang ke arah suatu tujuan. Motivasi membuat keadaan dalam diri
individu muncul, terarah, dan mempertahankan perilaku, menurut Kartini Kartono
motivasi menjadi dorongan (driving force) terhadap seseorang agar mau
melaksanakan sesuatu.
Motivasi ada dalam diri manusia
terdorong oleh karena adanya :
1. Keinginan untuk hidup
2. Keinginan untuk memiliki sesuatu
3. Keinginan akan kekuasaan
4. Keinginan akan adanya pengakuan
Sehingga secara singkat, motivasi
dapat diartikan sebagai dorongan atau keinginan yang dapat dicapai dengan
perilaku tertentu dalam suatu usahanya.
Motivasi yang ada pada setiap orang
tidaklah sama, berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain. Untuk itu,
diperlukan pengetahuan mengenai pengertian dan hakikat motivasi, serta kemampuan
teknik menciptakan situasi sehingga menimbulkan motivasi/dorongan bagi mereka
untuk berbuat atau berperilaku sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh individu
lain/ organisasi.
VI. TEORI MOTIVASI
1. Teori Hierarki Kebutuhan, menurut
Maslow didalam diri setiap manusia ada lima jenjang kebutuhan, yaitu:
– faali (fisiologis)
– Keamanan, keselamatan dan perlindungan
– Sosial, kasih saying, rasa dimiliki
– Penghargaan, rasa hormat internal seperti harga diri, prestasi
– Aktualisasi-diri, dorongan untuk menjadi apa yang mampu ia menjadi.
Jadi jika seorang pimpinan ingin memotivasi seseorang, menurut Maslow, pimpinan perlu memahami sedang berada pada anak tangga manakah bawahan dan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan itu atau kebutuhan dia atas tingkat itu.
– faali (fisiologis)
– Keamanan, keselamatan dan perlindungan
– Sosial, kasih saying, rasa dimiliki
– Penghargaan, rasa hormat internal seperti harga diri, prestasi
– Aktualisasi-diri, dorongan untuk menjadi apa yang mampu ia menjadi.
Jadi jika seorang pimpinan ingin memotivasi seseorang, menurut Maslow, pimpinan perlu memahami sedang berada pada anak tangga manakah bawahan dan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan itu atau kebutuhan dia atas tingkat itu.
2. Teori X dan Y , teori yang
dikemukakan oleh Douglas McGregor yang menyatakan bahwa dua pandangan yang
jelas berbeda mengenai manusia, pada dasarnya satu negative (teori X) yang
mengandaikan bahwa kebutuhan order rendah mendominasi individu, dan yang lain
positif (teori Y) bahwa kebutuhan order tinggi mendominasi individu.
3. Teori Motivasi – Higiene,
dikemukakan oleh psikolog Frederick Herzberg, yang mengembangkan teori kepuasan
yang disebut teori dua faktor tentang motivasi.. Dua factor itu dinamakan
factor yang membuat orang merasa tidak puas atau factor-faktor motivator iklim
baik atau ekstrinsik-intrinsik tergantung dari orang yang membahas teori
tersebut. Faktor-faktor dari rangkaian ini disebut pemuas atau motivator yang
meliputi:
– prestasi (achievement)
– Pengakuan (recognition)
– Tanggung Jawab (responsibility)
– Kemajuan (advancement)
– Pkerjaan itu sendiri ( the work itself)
– Kemungkinan berkembang (the possibility of growth)
– Pengakuan (recognition)
– Tanggung Jawab (responsibility)
– Kemajuan (advancement)
– Pkerjaan itu sendiri ( the work itself)
– Kemungkinan berkembang (the possibility of growth)
1. Teori kebutuhan McClelland, teori
ini memfokuskan pada tiga kebutuhan
– prestasi (achievement)
– Kekuasaan (power)
– Afiliasi (pertalian)
– prestasi (achievement)
– Kekuasaan (power)
– Afiliasi (pertalian)
2. Teori Harapan – Victor Vroom,
teori ini beragumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak
dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan
bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada daya
tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut. Teori pengharapan
mengatakan seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang
tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar kesuatu penilaian kinerja yang
baik, suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran
organisasional, seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi dan ganjaran itu
akan memuaskan tujuan pribadi karyawan tersebut.
3. Teori Keadilan, teori motivasi ini
didasarkan pada asumsi bahwa orang-orang dimotivasi oleh keinginan untuk
diperlakukan secara adil dalam pekerjaan, individu bekerja untuk mendapat
tukaran imbalan dari organisasi.
4. Teori Penguatan, teori ini tidak
menggunakan konsep suatu motive atau proses motivasi. Sebaliknya teori ini
menjelaskan bagaimana konsekuensi perilaku dimasa yang lalu mempengaruhi
tindakan dimasa yang akan dating dalam proses pembelajaran.
Berbagai pandangan tentang motivasi dalam organisasi
Berbagai pandangan tentang motivasi dalam organisasi
2. Cara Mengatasi Konflik Dalam Perusahaan
Didalam hubungan komunikasi di
suatu lingkungan kerja atau perusahaan konflik antar individu akan sering
terjadi. Konflik yang sering terjadi biasanya adalah karena masalah kominikasi
yang kurang baik. Sehingga cara mengatasi konflik dalam perusahaan harus
benar-benar dipahami management inti dari perusahaan, untuk meminimalisir
dampak yang timbul.
Permasalahan atau konflik yang terjadi antara karyawan atau karyawan dengan atasan yang terjadi karena masalah komunikasi harus di antisipasi dengan baik dan dengan system yang terstruktur. Karena jika masalah komunikasi antara atasan dan bawahan terjadi bias-bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya mogok kerja, bahkan demo.
Sehingga untuk mensiasati masalah ini bias dilakukan dengan berbagai cara.
Permasalahan atau konflik yang terjadi antara karyawan atau karyawan dengan atasan yang terjadi karena masalah komunikasi harus di antisipasi dengan baik dan dengan system yang terstruktur. Karena jika masalah komunikasi antara atasan dan bawahan terjadi bias-bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya mogok kerja, bahkan demo.
Sehingga untuk mensiasati masalah ini bias dilakukan dengan berbagai cara.
1. Membentuk suatu system informasi yang terstruktur, agar tidak terjadi kesalahan dalam komunikasi. Misalnya, dengan membuat papan pengumungan atau pengumuman melalui loudspeaker.
2. Buat komunikasi dua arah antara atasan dan bawahan menjadi lancer dan harmonis, misalnya dengan membuat rapat rutin, karena dengan komunikasi yang dua arah dan intens akan mengurangi masalah di lapangan
3. Beri pelatihan dalam hal komunikasi kepada atasan dan karyawan, pelatihan akan memberikan pengetahuan dan ilmu baru bagi setiap individu dalam organisasi dan meminimalkan masalah dalam hal komunikasi
Biasanya masalah timbul karena lingkungan yang kurang kondusif di suatu perusahaan. Misalnya, kondisi cahaya yang kurang, atau sirkulasi yang kurang baik, dan temperature ruangan yang tinggi sangat mungkin untuk meningkatkan emosi seseorang, jadi kondisi dari lingkungan juga harus di perhatikan
Sumber : diasdiari.blogspot.com
3. Perubahan Kebijaksanaan Strategi dan Taktis
Dalam proses manajemen, yang menjadi
titik awalnya adalah perencanaan. Jadi perencanaan sebagai awal kita melakukan
proses manajemen sebelum kita melakukan pengorganisasian, pengarahan, dan
pengontrolan.
Menurut George R. Terry perencanaan
adalah: “planning is the selecting and relating of fact and the making and
using of assumption regarding the future in the visualization and formulating
of proposed activities believed necessary to achieve desired result”.
Dalam pengertian tersebut bisa kita
simpulkan antara lain:
1. Perencanaan merupakan kegiatan yang
harus didasarkan pada fakta, data dan keterangan kongkret.
2. Perencanaan merupakan suatu
pekerjaan mental yang memerlukan pemikiran, imajinasi dan kesanggupan melihat
ke masa yang akan datang.
3. Perencanaan mengenai masa yang akan
datang dan menyangkut tindakan-tindakan apa yang dapat dilakukan terhadap
hambatan yang mengganggu kelancaran usaha.
Pada intinya perencanaan dibuat
sebagai upaya untuk merumuskan apa yang sesungguhnya ingin dicapai oleh sebuah
organisasi atau perusahaan serta bagaimana sesuatu yang ingin dicapai tersebut
dapat diwujudkan melalui serangkaian rumusan rencana kegiatan tertentu.
2.
Fungsi Perencanaan
Robbins dan Coulter menjelaskan
fungsi dari perencanaan sebagai berikut:
1. Perencanaan sebagai Pengarah
Perencanaan merupakan upaya untuk
meraih atau mendapatkan sesuatu secara lebih terkoordinasi. Dalam hal ini
perencanaan adalah sebagai pengarah atau guide dalam usaha untuk mencapai
tujuan secara lebih terkoordinasi dan terarah.
2. Perencanaan sebagai
Minimalisasi Ketidakpastian
Pada dasarnya di dunia ini tidak ada
yang tidak mengalami perubahan. Perubahan-perubahan yang terjadi membawa
ketidakpastian bagi organisasi. Kadang perubahan tersebut sesuai dengan apa
yang kita inginkan akan tetapi tidak jarang perubahan tersebut tidak sesuai
dengan apa yang kita inginkan. Ketidak pastian inilah yang harus
diminimalisasikan, dengan adanya perencanaan, ketidak pastian yang akan terjadi
di kemudian hari diantisipasi sebelumnya.
3. Perencanaan sebagai
Minimalisasi Pemborosan Sumber Daya
Setiap organisasi pasti membutuhkan
sumber daya, dengan adanya perencanaan, sebuah organisasi di awal sudah
melakukan perencanaan mengenai penggunaan sumber daya sehingga diharapkan tidak
terjadi pemborosan dalam hal penggunaan sumber daya yang ada sehingga
organisasi tersebut bisa meningkatkan tingkat efisiensinya.
4. Perencanaan sebagai
Penetapan Standar dalam Pengawasan Kualitas.
Perencanaan berfungsi sebagai
penetapan standar dalam pengawasan kualitas yang harus dicapai oleh organisasi
dan diawasi pelaksanaannya dalam fungsi pengawasan manajemen. Dalam
perencanaan, perusahaan menentukan tujuan dan rencana-rencana untuk mencapai
tujuan tersebut. Dalam pengawasan, perusahaan berusaha membandingkan antara
tujuan yang telah ditetapkan dengan realita di lapangan, dan mengevaluasi
penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi, sehingga bisa mengambil
tindakan-tindakan yang diperlukan untuk memperbaiki kinerja perusahaan.
3.
Persyaratan Perencanaan
Suatu perencanaan yang baik tentunya
harus dirumuskan. Perencanaan yang baik paling tidak memiliki berbagai
persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu faktual atau realistis, logis dan
rasional, fleksibel, komitmen, dan komprehensif.
Faktual atau realistis. Artinya
bahwa perencanaan yang akan ditetapkan oleh organisasi harus sesuai dengan
fakta dan kondisi tertentu yang akan di hadapi oleh organisasi.
Logis dan rasional. Artinya bahwa
perencanaan yang akan dirumuskan dapat diterima oleh akal (logis) dan rasional
sehingga dapat di dilaksanakan.
Fleksibel. Artinya bahwa perencanaan
yang baik bersifat fleksibel dan tidak kaku. Perencanaan tersebut harus bisa
beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi dimasa mendatang.
Komitmen. Perencanaan yang baik
harus merupakan dan melahirkan komitmen terhadap seluruh anggota organisasi
untuk dapat bersama-sama berupaya mewujudkan tujuan organisasi.
Komprehensif. Artinya bahwa
perencanaan yang baik harus menyeluruh dan mengakomodasi aspek-aspek yang
terkait langsung maupun tidak langsung terhadap organisasi. Perencanaan yang
baik tidak hanya terkait dengan satu bagian saja, akan tetapi juga mempertimbangkan
koordinasi dan integrasi dengan bagian lain dalam organisasi tersebut.
4.
Jenis Perencanaan
Perencanaan mencakup banyak variasi
antara lain:
(1)
Misi atau Maksud (Mission atau Purpose)
Di dalam masyarakat, setiap entitas
mempunyai peran sendiri. Peranan tersebut kemudian menentukan misi atau maksud
dari keberadaan mereka dalam masyarakat tersebut. Kalau mereka tidak mempunyai
misi atau maksud keberadaan, maka entitas tersebut tidak akan mempunyai
eksistensi dalam suatu masyarakat. Misi entitas bisnis biasanya memproduksi
dan/atau mendistribusikan barang atau jasa ekonomis
(2)
Tujuan
Tujuan merupakan hasil akhir dimana
aktivitas atau kegiatan organisasi diarahkan atau ditujukan. Tujuan merupakan
rencana organisasi yang paling dasar. Suatu organisasi secara keseluruhan
mempunyai suatu tujuan, kemudian bagian-bagian dalam organisasi tersebut juga
mempunyai tujuan masing-masing, akan tetapi tujuan dari masing-masing bagian
tersebut harus menyumbang atau mendukung tujuan organisasi secara keseluruhan.
(3)
Strategi
Strategi merupakan rencana
umum/pokok untuk mencapai tujuan organisasi melalui alternatif pemilihan
tindakan yang diperlukan dan alokasi sumber daya yang diperlukan untuk mencapai
tujuan tersebut.
(4)
Kebijakan
Kebijakan juga merupakan rencana
karena merupakan pernyataan atau pemahaman umum yang membantu mengarahkan
pengambilan keputusan, khususna cara berfikirnya bukan aksinya. Seringkali
kebijakan merupakan pernyataan tidak tertulis.
(5)
Prosedur
Prosedur juga merupakan rencana
karena menetapkan cara penanganan suatu aktivitas di masa mendatang. Prosedur
lebih mengarahkan tindakan, bukannya mengarahkan cara berpikir. Prosedur
menjelaskan secara detail bagaimana suatu aktivitas harus dilakukan.
(6)
Aturan
Aturan merupakan rencana yang
dipilih dari beberapa alternatif, dan harus dilakukan, atau tidak dilakukan.
Aturan mengharuskan tindakan tertentu yang spesifik dikerjakan, atau tidak
dikerjakan, tergantung situasi yang dihadapi. Aturan berkaitan dengan prosedur
karena aturan mengarahkan tindakan, tetapi tidak menyebutkan urutan waktu.
(7)
Program
Program merupakan jaringan yang
kompleks yang terdiri dari tujuan, kebijakan, prosedur, aturan, penugasan, langkah-langkah
yang harus dilakukan, alokasi sumber daya dan elemen lain yang harus diakukan
berdasarkan alternatif tindakan yang dipilih. Biasanya modal dan anggaran
dipakai untuk mendukung program.
(8)
Anggaran
Anggaran adalah merupakan rencana
yang dinyatakan dalam angka-angka. Anggaran disamping merupakan alat
perencanaan, juga merupakan alat pengendalian.
4. Sikap pengambilan
keputusan yang membedakan Kekuasaan dan Kewenangan
a. Pengertian Kekuasaan
1. Menurut Ossip K.
Flechtheim : “Kekuasaan sosial adalah keseluruhan dari kemampuan, hubungan –
hubungan dan proses – proses yang menghasilkan ketaatan dari pihak lain … untuk
tujuan – tujuan yang ditetapkan pemegang kekuasaan.
2. Menurut Robert M. MacIver : “Kekuasaan sosial adalah
kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain, baik secara langsung
dengan jalan memberi perintah, maupun secara tidak langsung dengan
mempergunakan segala alat dan cara yang tersedia.
3. Menurut Max Weber kekuasaan itu dapat diartikan
sebagai suatu kemungkinan yang membuat seorang aktor didalam suatu hubungan
sosial berada dalam suatu jabatan untuk melaksanakan keinginannya sendiri dan
yang menghilangkan halangan.
Jadi kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok
orang untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian
rupa, sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari
orang yang mempunyai kekuasaan itu.
b. Pengertian Kewenangan
1. Menurut Louis A. Allen dalam bukunya, Management and
Organization : Wewenang adalah jumlah kekuasaan (powers) dan hak (rights) yang
didelegasikan pada suatu jabatan.
2. Menurut Harold Koontz dan Cyril O’Donnel dalam
bukunya, The Principles of Management : Authority adalah suatu hak untuk
memerintah / bertindak.
3. Menurut G. R. Terry : Wewenang adalah kekuasaan resmi
dan kekuasaan pejabat untuk menyuruh pihak lain supaya bertindak dan taat
kepada pihak yang memiliki wewenang itu.
Jadi kewenangan adalah dasar untuk melakukakan suatu
tindakan, perbuatan dan melakukan kegiatan/aktivitas perusahaan. Wewenang
merupakan hasil delegasi atau pelimpahan wewenang dari atasan ke bawahan dalam
suatu organisasi.
1. Fisik
Didasarkan pada rasa yang dialami pada tubuh, seperti rasa tidak nyaman, atau kenikmatan. Ada kecenderungan menghindari tingkah laku yang menimbulkan rasa tidak senang, sebaliknya memilih tingkah laku yang memberikan kesenangan.
2. Emosional
Didasarkan pada perasaan atau sikap. Orang akan bereaksi pada suatu situasi secara subjective.
3. Rasional
Didasarkan pada pengetahuan orang-orang mendapatkan informasi, memahami situasi dan berbagai konsekuensinya.
4. Praktikal
Didasarkan pada keterampilan individual dan kemampuan melaksanakan. Seseorang akan menilai potensi diri dan kepercayaan dirinya melalui kemampuanya dalam bertindak.
5. Interpersonal
Didasarkan pada pengaruh jaringan sosial yang ada. Hubungan antar satu orang keorang lainnya dapat mempengaruhi tindakan individual.
6. Struktural
Didasarkan pada lingkup sosial, ekonomi dan politik. Lingkungan mungkin memberikan hasil yang mendukung atau mengkritik suatu tingkah laku tertentu.
Selanjutnya, John D.Miller dalam Imam Murtono (2009) menjelaskan faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan adalah: jenis kelamin pria atau wanita, peranan pengambilan keputusan, dan keterbatasan kemampuan.
Dalam pengambilan suatu keputusan individu dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu nilai individu, kepribadian, dan kecenderungan dalam pengambilan resiko.
Pertama, nilai individu pengambil keputusan merupakan keyakinan dasar yang digunakan seseorang jika ia dihadapkan pada permasalahan dan harus mengambil suatu keputusan. Nilai-nilai ini telah tertanam sejak kecil melalui suatu proses belajar dari lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam banyak keadaan individu bahkan tidak berfikir untuk menyusun atau menilai keburukan dan lebih ditarik oleh kesempatan untuk menang.
Kedua, kepribadian. Keputusan yang diambil seseorang juga dipengaruhi oleh faktor psikologis seperti kepribadian. Dua variabel utama kepribadian yang berpengaruh terhadap keputusan yang dibuat, seperti ideologi versus kekuasaan dan emosional versus obyektivitas. Beberapa pengambil keputusan memiliki suatu orientasi ideologi tertentu yang berarti keputusan dipengaruhi oleh suatu filosofi atau suatu perangkat prinsip tertentu. Sementara itu pengambil keputusan atau orang lain mendasarkan keputusannya pada suatu yang secara politis akan meningkatkan kekuasaannya secara pribadi.
Ketiga, kecenderungan terhadap pengambilan resiko. Untuk meningkatkan kecakapan dalam membuat keputusan, perawat harus membedakan situasi ketidakpastian dari situasi resiko, karena keputusan yang berbeda dibutuhkan dalam kedua situasi tersebut. Ketidakpastian adalah kurangnya pengetahuan hasil tindakan, sedangkan resiko adalah kurangnya kendali atas hasil tindakan dan menganggap bahwa si pengambil keputusan memiliki pengetahuan hasil tindakan walaupun ia tidak dapat mengendalikannya. Lebih sulit membuat keputusan dibawah ketidakpastian dibanding dibawah kondisi bahaya. Di bawah ketidakpastian si pengambil keputusan tidak memiliki dasar rasional terhadap pilihan satu strategi atas strategi lainnya.
Adapun dalam referensi lain pengambilan keputusan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor personal.
Didasarkan pada rasa yang dialami pada tubuh, seperti rasa tidak nyaman, atau kenikmatan. Ada kecenderungan menghindari tingkah laku yang menimbulkan rasa tidak senang, sebaliknya memilih tingkah laku yang memberikan kesenangan.
2. Emosional
Didasarkan pada perasaan atau sikap. Orang akan bereaksi pada suatu situasi secara subjective.
3. Rasional
Didasarkan pada pengetahuan orang-orang mendapatkan informasi, memahami situasi dan berbagai konsekuensinya.
4. Praktikal
Didasarkan pada keterampilan individual dan kemampuan melaksanakan. Seseorang akan menilai potensi diri dan kepercayaan dirinya melalui kemampuanya dalam bertindak.
5. Interpersonal
Didasarkan pada pengaruh jaringan sosial yang ada. Hubungan antar satu orang keorang lainnya dapat mempengaruhi tindakan individual.
6. Struktural
Didasarkan pada lingkup sosial, ekonomi dan politik. Lingkungan mungkin memberikan hasil yang mendukung atau mengkritik suatu tingkah laku tertentu.
Selanjutnya, John D.Miller dalam Imam Murtono (2009) menjelaskan faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan adalah: jenis kelamin pria atau wanita, peranan pengambilan keputusan, dan keterbatasan kemampuan.
Dalam pengambilan suatu keputusan individu dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu nilai individu, kepribadian, dan kecenderungan dalam pengambilan resiko.
Pertama, nilai individu pengambil keputusan merupakan keyakinan dasar yang digunakan seseorang jika ia dihadapkan pada permasalahan dan harus mengambil suatu keputusan. Nilai-nilai ini telah tertanam sejak kecil melalui suatu proses belajar dari lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam banyak keadaan individu bahkan tidak berfikir untuk menyusun atau menilai keburukan dan lebih ditarik oleh kesempatan untuk menang.
Kedua, kepribadian. Keputusan yang diambil seseorang juga dipengaruhi oleh faktor psikologis seperti kepribadian. Dua variabel utama kepribadian yang berpengaruh terhadap keputusan yang dibuat, seperti ideologi versus kekuasaan dan emosional versus obyektivitas. Beberapa pengambil keputusan memiliki suatu orientasi ideologi tertentu yang berarti keputusan dipengaruhi oleh suatu filosofi atau suatu perangkat prinsip tertentu. Sementara itu pengambil keputusan atau orang lain mendasarkan keputusannya pada suatu yang secara politis akan meningkatkan kekuasaannya secara pribadi.
Ketiga, kecenderungan terhadap pengambilan resiko. Untuk meningkatkan kecakapan dalam membuat keputusan, perawat harus membedakan situasi ketidakpastian dari situasi resiko, karena keputusan yang berbeda dibutuhkan dalam kedua situasi tersebut. Ketidakpastian adalah kurangnya pengetahuan hasil tindakan, sedangkan resiko adalah kurangnya kendali atas hasil tindakan dan menganggap bahwa si pengambil keputusan memiliki pengetahuan hasil tindakan walaupun ia tidak dapat mengendalikannya. Lebih sulit membuat keputusan dibawah ketidakpastian dibanding dibawah kondisi bahaya. Di bawah ketidakpastian si pengambil keputusan tidak memiliki dasar rasional terhadap pilihan satu strategi atas strategi lainnya.
Adapun dalam referensi lain pengambilan keputusan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor personal.
1.
Kognisi, artinya kualitas dan kuantitas pengetahuan
yang di miliki. Misalnya ; Kemampuan menalar, memiliki kemampuan berfikir
secara logis, dll.
2.
Motif, suatu keadaan tekanan dalam diri individu yang
mempengaruhi, memelihara dan mengarahkan prilaku menuju suatu sasaran.
3.
Sikap, Bagaimana keberanian kita dalam mengambil
risiko kepututusan, pemilihan suasana emosi dan waktu yang tepat,
mempertimbangkan konsekuensi yang mungkin terjadi.
- Nama Kelompok :
1. Bobby Sigit Rachmanto (32114208)
2. Rizki Muhammad (39114636)
3. Siti Mega Oriza (3A114369)
- Kelas :
1DB03
No comments:
Post a Comment